2018

Kamis, 05 Juli 2018

TAYYAMUM


1. Pengertian Taharah
Taharah menurut bahasa, artinya bersih atau bersuci, sedangkan menurut istilah, taharah adalah menyucikan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis. Islam sangat menganjurkan kepada umatnya agar selalu dalam keadaan bersih dan suci. Orang-orang yang sanggup menjaga kesuciannya sangat dicintai Allah.
2. Macam-MacamTaharah
Taharah dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Taharah dari najis, yang berlaku untuk badan, pakaian, dan tempat. Cara menyucikannya dengan air yang suci dan menyucikan, yang biasa disebut air mutlak.
b. Taharah dari hadas, yang berlaku untuk badan, seperti mandi, wudu, dan tayamum.
3. Macam-Macam Air
Berdasarkan hukum syar‘i, air dibagi menjadi:
a. Air mutlak, yaitu air yang suci dan menyucikan. Air tersebut dapat digunakan untuk berwudu atau bersuci, masak, minum, dan mandi.
Contohnya: air hujan, air laut, air sumur, dan air yang keluar dari mata air.
b. Air musta‘mal, yaitu air yang suci namun tidak dapat menyucikan. Misalnya: air kopi, air teh, dan air yang sedikit yang sudah berubah.
c. Air musamma, yaitu air yang suci dan menyucikan, namun hukumnya makruh digunakan untuk bersuci. Misalnya: air yang terjemur oleh matahari dalam bejana.
d. Air mutanajis, yaitu air yang tidak dapat dipergunakan untuk berbagai hal, baik untuk konsumsi atau untuk bersuci.
4. Macam-Macam Najis
Dalam ilmu fikih, najis dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Najis berat atau najis mugallaÊah, yaitu najis yang harus dicuci sampai tujuh kali dengan air mutlak dan salah satunya menggunakan debu yang suci atau air yang dicampur dengan tanah. Contohnya air liur anjing.
b. Najis sedang atau najis mutawassiÓah, yaitu najis yang dicuci dengan cara menggunakan air mutlak sampai hilang bau dan warnanya.
Najis mutawassiÓah dibagi menjadi:
 Najis ‘ainiyah, yaitu najis yang masih terlihat zatnya, warnanya, rasanya, maupun baunya. Cara menyucikannya dengan menghilangkan zat, warna, rasa dan baunya.
 Najis hukmiah, yaitu najis yang kita yakini adanya tetapi tidak nyata zatnya, baunya, rasanya, dan warnanya, seperti air kencing yang sudah mengering.
c. Najis ringan atau najis mukhaffafah, yaitu najis yang dapat disucikan dengan memercikkan atau menyiram air di tempat yang terkena najis. Contohnya: air kencing bayi yang belum makan apa-apa kecuali air susu ibu.
d. Najis yang dimaafkan atau najis ma‘fu, yaitu najis yang dapat disucikan cukup dengan air, jika najisnya kelihatan. Apabila tidak kelihatan tidak dicuci juga tidak apa-apa, karena termasuk najis yang telah dimaafkan. Contohnya : darah nyamuk.
5. Pengertian Hadas
Secara bahasa, hadas berarti berlaku atau terjadi. Sedangkan menurut istilah sayr‘i, hadas berarti sesuatu yang menyebabkan seseorang harus bersuci. Orang yang berhadas dan mengerjakan salat, maka salatnya tidak sah.
Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: “Allah tidak akan menerima salat seseorang dari kamu jika berhadas, sehingga berwudu.” (HR. al Bukhari dan Muslim).
6. Macam-Macam Hadas
Hadas dibagi menjadi dua yaitu hadas kecil dan hadas besar.
a. Hadas kecil
Hal-hal yang termasuk hadas kecil antara lain:
 sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur, meskipun hanya angin,
 bersentuhan langsung antara kulit laki-laki dengan perempuan yang sudah balig dan bukan muhrimnya,
 menyentuh kemaluan dengan telapak tangan,
 tidur dalam keadaan tidak tetap, dan
 hilang akalnya, seperti mabuk, gila, atau pingsan.
Adapun cara meng hilangkan hadas kecil adalah dengan bewudu atau tayamum.
b. Hadas besar
Hal-hal yang termasuk hadas besar antara lain:
 bertemunya alat kelamin laki-laki dan wanita, baik keluar mani maupun tidak,
 keluarnya darah haid dan nifas,
 keluar air mani, baik ada sebabnya maupun tidak seperti mimpi, dan
 orang yang mati.
Adapun cara menghilangkan hadas besar adalah dengan mandi wajib atau janabah.
B. MANDI WAJIB
Mandi wajib adalah mengalirkan atau meratakan air yang suci dan menyucikan ke seluruh tubuh disertai niat dengan tujuan menghilangkan hadas besar. Niat inilah yang membedakan antara mandi biasa, mandi sunah, atau mandi wajib. Mandi wajib juga dikenal dengan mandi jinabah atau janabah.
1. Rukun Mandi Wajib
Rukun mandi wajib yaitu:
a. niat, artinya berniat atau menyengaja menghilangkan hadas besar,
b. meratakan air ke seluruh tubuh, dan
c. membersihkan kotoran yang melekat atau mengganggu sampainya air ke badan.
2. Sebab-Sebab Mandi Wajib
Hal-hal yang menyebabkan seseorang mandi wajib, yaitu:
a. bersetubuh, baik keluar mani atau tidak,
b. keluar mani,
c. nifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan sesudah melahirkan,
d. haid, yaitu bagi wanita telah berhenti dari haid, maka ia wajib mandi besar, dan
e. meninggal dunia, orang Islam yang masih hidup wajib memandikan orang Islam yang meninggal dunia, kecuali mati syahid.
3. Sunah-Sunah Mandi Wajib
Sunah-sunah mandi meliputi:
a. membaca basmalah,
b. berwudu sebelum mandi,
c. menggosok-gosok seluruh badan,
d. mendahulukan anggota badan yang kanan daripada yang kiri, dan
e. dilakukan secara berturut-turut.
4. Cara Mandi Wajib
Cara mandi wajib meliputi:
a. membasuh kedua tangan terlebih dahulu dengan niat ikhlas karena allah swt.,
b. membasuh kemaluan dengan tangan kiri, kemudian menggosokkan tangan ke tanah atau yang lain (jika sekiranya ada bekas darah atau air mani yang melekat di tangan),
c. berwudu,
d. memasukkan jari-jari dengan dibasuhi air ke pangkal rambut,
e. menuangkan air ke atas kepala tiga kali, diteruskan seperti mandi biasa,
f. membasuh kedua kaki (mendahulukan kaki kanan daripada yang kiri).

JUJUR DAN MENUTUP AUROT


1.     Al-Asmā’u al-¦usnā artinya adalah nama-nama yang baik dan indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya. Nama-nama Allah Swt. yang agung dan mulia itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan keagungan-Nya.
2.      Dalam al-Asmā’u al-¦usnā terdapat sifat-sifat Allah Swt. yang wajib dipercayai kebenarannya dan dijadikan petunjuk jalan oleh orang yang beriman dalam bersikap dan berperilaku.
3.     Orang yang beriman akan menjadikan tujuh sifat Allah Swt. dalam al-Asmā’u al-¦usnā sebagai pedoman hidupnya, dengan berperilaku: adil, pemaaf, bijaksana, menjadi pemimpin yang baik, selalu berintrospeksi diri, berbuat baik dan berkasih sayang, bertakwa, menjaga kesucian, menjaga keselamatan diri, berusaha menjadi orang yang terpercaya, memberikan rasa aman pada orang lain, suka bersedekah, dan sebagainya.
4.     Al-Kar³mempunyai arti Yang Mahamulia, Yang Mahadermawan atau Yang Maha Pemurah. Allah Mahamulia di atas segala-galanya, sehingga apabila seluruh makhluk-Nya tidak ada satu pun yang taat kepada-Nya, tidak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan-Nya.
5.     al-Mu’m³dapat dimaknai Allah sebagai Maha Pemberi rasa aman bagi makhluk ciptaan-Nya dari perbuatan §alim. Allah adalah sumber rasa aman dan keamanan dengan menjelaskan sebab-sebabnya.
6.     Al-Wak³mempunyai arti Yang Maha Pemelihara atau Yang Maha Terpercaya. Allah memelihara dan menyelesaikan segala urusan yang diserahkan oleh hamba kepada-Nya tanpa membiarkan apa pun terbengkalai.
7.     Al-Mat³berarti bahwa Allah Mahasempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifat-Nya, tidak akan Allah melemahkan suatu sifat-Nya. Allah juga Mahakukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya.
8.     Al-Jāmi’ berarti Allah Maha Mengumpulkan dan mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Kemampuan Allah SWT tersebut tentu tidak terbatas sehingga Allah mampu mengumpulkan segala sesuatu, baik yang serupa maupun yang berbeda, yang nyata maupun yang gaib, yang terjangkau oleh manusia maupun yang tidak bisa dijangkau oleh manusia, dan lain sebagainya.
9.    Al-Adl berarti Mahaadil. Keadilan Allah SWT bersifat mutlak, tidak dipengaruhi apa pun dan siapa pun. Allah Mahaadil karena Allah selalu menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya, sesuai dengan keadilan-Nya yang Mahasempurna.
10.  Al-Ākhir berarti ©at Yang Mahaakhir. Maha akhir di sini dapat diartikan bahwa Allah Swt. adalah Zat yang paling kekal. Tidak ada sesuatu pun setelah-Nya. Tatkala semua makhluk, bumi seisinya hancur lebur, Allah Swt. tetap ada dan kekal.

Memahami Makna Busana Muslim/Muslimah dan Menutup Aurat
1. Makna Aurat
Menurut bahasa, aurat berati malu, aib, dan buruk. Kata aurat berasal dari kata awira yang artinya hilang perasaan. Jika digunakan untuk mata, berarti hilang cahayanya dan lenyap pandangannya. Pada umumnya, kata ini memberi arti yang tidak baik dipandang, memalukan dan mengecewakan. Menurut istilah dalam hukum Islam, aurat adalah batas minimal dari bagian tubuh yang wajib ditutupi karena perintah Allah Swt.

2. Makna Jilbab dan Busana Muslimah
Secara etimologi, jilbab adalah sebuah pakaian yang longgar untuk menutup seluruh tubuh perempuan kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalam bahasa Arab, jilbab dikenal dengan istilah khimar, dan bahasa Inggris jilbab dikenal dengan istilah veil. Selain kata jilbab untuk menutup bagian dada hingga kepala wanita untuk menutup aurat perempuan, dikenal pula istilah kerudungHijab, dan sebagainya.
Pakaian adalah barang yang dipakai (baju, celana, dan sebagainya). Dalam bahasa Indonesia, pakaian juga disebut busana. Jadi, busana muslimah artinya pakaian yang dipakai oleh perempuan. Pakaian perempuan yang beragama Islam disebut busana muslimah. Berdasarkan makna tersebut, busana muslimah dapat diartikan sebagai pakaian wanita Islam yang dapat menutup aurat yang diwajibkan agama untuk menutupinya, guna kemaslahatan dan kebaikan wanita itu sendiri serta masyarakat di mana ia berada.
Perintah menutup aurat sesungguhnya adalah perintah Allah Swt. Yang dilakukan secara bertahap. Perintah menutup aurat bagi kaum perempuan pertama kali diperintahkan kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. agar tidak berbuat seperti kebanyakan perempuan pada waktu itu (Q.S. al-Azzāb/33:
32-33). Setelah itu, Allah Swt. memerintahkan kepada istri-istri Nabi saw. agar tidak berhadapan langsung dengan laki-laki bukan mahramnya (Q.S. al-Ahzāb/33:53).
Selanjutnya, karena istri-istri Nabi saw. juga perlu keluar rumah untuk mencari kebutuhan rumah tangganya, Allah Swt. memerintahkan mereka untuk menutup aurat apabila hendak keluar rumah (Q.S. al-Ahzāb/33:59).
Dalam ayat ini, Allah Swt. memerintahkan untuk memakai jilbab, bukan hanya kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. dan anak-anak perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri orang-orang yang beriman. Dengan demikian, menutup aurat atau berbusana muslimah adalah wajib hukumnya bagi seluruh wanita
yang beriman.

Menerapkan Perilaku Mulia
Mengenakan busana yang sesuai dengan syari’at Islam bertujuan agar manusia terjaga kehormatannya. Ajaran Islam tidak bermaksud untuk membatasi atau mempersulit gerak dan langkah umatnya. Justru dengan aturan dan syari’at tersebut, manusia akan terhindar dari berbagai kemungkinan yang akan mendatangkan bencana dan kemudaratan bagi dirinya.
Berikut ini beberapa perilaku mulia yang harus dilakukan sebagai pengamalan berbusana sesuai syari’at Islam, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

1. Sopan-santun dan ramah-tamah
Sopan-santun dan ramah-tamah merupakan ciri mendasar orang yang beriman. Mengapa demikian? Karena ia merupakan salah satu akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. sebagai teladan dan panutan. Rasulullah adalah orang yang santun dan lembut perkataannya serta ramah-tamah perilakunya. Hal itu ia tunjukan bukan saja kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya, tetapi kepada orang lain bahkan kepada orang yang memusuhinya sekalipun.

2. Jujur dan amanah
Jujur dan amanah adah sifat orang-orang beriman dan saleh. Tidak akan keluar perkataan dusta dan perilaku khianat jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah Swt. Orang yang membiasakan diri dengan hidup jujur dan amanah, maka hidupnya akan diliputi dengan kebahagiaan. Betapa tidak, banyak orang yang hidupnya gelisah dan menderita karena hidupnya penuh dengan dusta.
Dusta adalah seburuk-buruk perkataan.

3. Gemar beribadah
Beribadah adalah kebutuhan ruhani bagi manusia sebagaimana olah raga, makan, minum, dan istirahat sebagai kebutuhan jasmaninya. Karena ibadah adalah kebutuhan, maka tidak ada alasan orang yang beriman untuk melalaikan atau meninggalkannya. Malahan, ia akan dengan senang hati melakukannya tanpa ada rasa keterpaksaan sedikitpun.

4. Gemar menolong sesama
Menolong orang lain pada hakikatnya menolong diri sendiri. Bagi orang yang beriman, menolong dengan niat ikhlas karena Allah Swt. semata akan mendatangkan rahmat dan karunia yang tiada tara. Berapa banyak orang yang gemar membantu orang lain hidupnya mulia dan terhormat. Namun sebaliknya, bagi orang-orang yang kikir dan enggan membantu orang lain, dapat dipastikan ia akan mengalami kesulitan hidup di dunia ini. Tolonglah orang lain, niscaya pertolongan akan datang kepadamu meskipun bukan berasal dari orang yang kamu tolong!

5. Menjalankan amar makruf dan nahi munkar
Maksud amar makruf dan nahi munkar adalah mengajak dan menyeru orang lain untuk berbuat kebaikan dan mencegah orang lain melakukan kemunkaran/kemaksiatan. Hal ini dapat dilakukan dengan efektif jika ia telah memberikan contoh yang baik bagi orang lain yang diserunya. Tugas mulia tersebut haruslah dilakukan oleh setiap orang yang beriman. Ajaklah orang lain berbuat kebaikan dan cegahlah ia dari kemunkaran!

  1. Menutup aurat adalah kewajiban agama yang ditegaskan dalam al-Qur’ān maupun hadis Rasulullah saw.
2.     Kewajiban menutup aurat disyari’atkan untuk kepentingan manusia itu sendiri sebagai wujud kasih sayang dan perhatian Allah Swt. terhadap kemaslahatan hamba-Nya di muka bumi.
3.    Kewajiban bagi kaum mukminah untuk mengenakan jilbab untuk menutup auratnya kecuali terhadap beberapa golongan.
4.    Dalam Q.S. al-A¥zāb/33:39 ditegaskan perintah menggunakan jilbab dan memanjangkannya hingga ke dada, dengan tujuan untuk memberikan rasa nyaman dan aman kepada setiap mukminah.
5.       Hadis dari Ummu A¯iyyah berisi anjuran kepada setiap muslimah untuk menghadiri śalat ‘´dul Fitri dan ´dul Adhmeskipun sedang haid atau dipingit. Sementara yang tidak memiliki jilbab, dia bisa meminjamnya dari saudara seiman.
6.   Allah Swt. berfirman dalam Q.S. an-Nμr/24:31 untuk menjaga pandangan, memelihara kemaluan, dan tidak menampakkan aurat, kecuali kepada: suami, ayah suami, anak laki-laki suami, saudara laki-laki, anak laki saudara lakilaki, anak lelaki saudara perempuan, perempuan mukminah, hamba sahaya, pembantu tua yang tidak lagi memiliki hasrat terhadap wanita.
7.      Allah Swt. memerintahkan setiap mukmin dan mukminah di dua ayat ini untuk bertaubat untuk memperoleh keberuntungan.


MEMAHAMI MAKNA KEJUJURAN
1. Pengertian Jujur
Dalam bahasa Arab, kata jujur semakna dengan “aś-śidqu” atau “śiddiq” yang berarti benar, nyata, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-ka©ibu”. Secara istilah, jujur atau aś-śidqu bermakna: (1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan; (3) ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.
2. Pembagian Sifat Jujur
Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (śiddiq) sebagai berikut.
a.       Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt.
b.     Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini.
c.     Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya.


Jujur adalah sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik berupa harta maupun tanggung jawab. Orang yang melaksanakan amanat disebut al-Amin, yakni orang yang terpercaya, jujur, dan setia. Dinamai demikian karena segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya menjadi aman dan terjamin dari segala bentuk gangguan, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Sifat jujur dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan, perusahaan, dan hidup bermasyarakat.

Di antara faktor yang menyebabkan Nabi Muhammad saw. berhasil dalam membangun masyarakat Islam adalah karena sifat-sifat dan akhlaknya yang sangat terpuji. Salah satu sifatnya yang menonjol adalah kejujurannya sejak masa kecil sampai akhir hayatnya sehingga ia mendapa gelar al-Amin (orang yang dapat dipercaya atau jujur).

Kejujuran akan mengantarkan seseorang mendapatkan cinta kasih dan keridaan Allah Swt. Sedangkan kebohongan adalah kejahatan tiada tara, yang merupakan faktor terkuat yang mendorong seseorang berbuat kemunkaran dan menjerumuskannya ke jurang neraka.

Kejujuran sebagai sumber keberhasilan, kebahagian, serta ketenteraman, harus dimiliki oleh setiap muslim. Bahkan, seorang muslim wajib pula menanamkan nilai kejujuran tersebut kepada anak-anaknya sejak dini hingga pada akhirnya mereka menjadi generasi yang meraih sukses dalam mengarungi kehidupan. Adapun kebohongan adalah muara dari segala keburukan dan sumber dari segala kecaman karena akibat yang ditimbulkannya adalah kejelekan, dan hasil akhirnya adalah kekejian. Akibat yang ditimbulkan oleh kebohongan adalan namimah (mengadu domba), sedangkan namimah dapat melahirkan kebencian. Demikian pula kebencian adalah awal dari permusuhan.
Dalam permusuhan tidak ada keamanan dan kedamaian. Dapat dikatakan bahwa, “orang yang sedikit kejujurannya niscaya akan sedikit temannya.”

Menerapkan Perilaku Mulia
Jujur adalah perilaku yang sangat mulia. Ia adalah sifat yang wajib dimiliki oleh para nabi dan rasul Allah swt. sehingga separuh gelar kenabian akan disandangkan kepada orang-orang yang senantiasa menerapkan perilaku jujur. Penerapan perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga,sekolah, maupun masyarakat misalnya seperti berikut:
1. Meminta izin atau berpamitan kepada orang ketika akan pergi ke mana pun.
2. Tidak meminta sesuatu di luar kemampuan kedua orang tua.
3. Mengembalikan uang sisa belanja meskipun kedua orang tua tidak mengetahuinya.
4. Melaporkan prestasi hasil belajar meskipun dengan nilai yang kurang memuaskan.
5. Tidak memberi atau meminta jawaban kepada teman ketika sedang ulangan atau ujian sekolah.
6. Mengatakan dengan sejujurnya alasan keterlambatan datang atau ketidakhadiran ke sekolah.
7. Mengembalikan barang-barang yang dipinjam dari teman atau orang lain meskipun barang tersebut tampak tidak begitu berharga.
8. Memenuhi undangan orang lain ketika tidak ada hal yang dapat menghalanginya.
9. Tidak menjanjikan sesuatu yang kita tidak dapat memenuhi janji tersebut.
10. Mengembalikan barang yang ditemukan kepada pemiliknya atau melalui pihak yang bertanggung jawab.
11. Membayar sesuatu sesuai dengan harga yang telah disepakati.

Diperbolehkan dusta hanya untuk tiga hal saja, yaitu ketika seorang istri memuji suaminya atau sebaliknya. Ketika seseorang yang akan mencelakai orang yang tidak bersalah dengan mengatakan bahwa orang yang dicari tidak ada. Ketika ucapan dusta untuk mendamaikan dua orang yang sedang bertikai agar damai dan rukun kembali

PEMBELAJARAN ALQURAN DAN HADITS


A. Fungsi Pembelajaran al-Qur’an dan Hadits Madrasah Aliyah
Mata pelajaran al-Qur’an dan Hadits pada Madrasah Aliyah memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Pemahaman, yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan cara membaca dan menulis Al-Qur’an serta kandungan Al-Qur’an dan Hadits.
2. Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
3. Sumber motivasi, yaitu memberikan dorongan untuk meningkatkan kualitas hidup beragama, bermasyarakat dan bernegara.
4. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik dalam meyakini kebenaran ajaran Agama Islam, melanjutkan upaya yang telah dilaksanakan dalam lingkungan keluarga maupun jenjang pendidikan sebelumnya.
5. Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
6. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan atau budaya lain yang dapat membahayakan diri peserta didik dan menghambat perkembangannya menuju manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
7. Pembiasaan, yaitu menyampaikan pengetahuan, pendidikan dan penanaman nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadits pada peserta didik sebagai petunjuk dan pedoman dalam seluruh kehidupannya.
B. Tujuan Pembelajaran al-Qur’an dan Hadits Madrasah Aliyah
Mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits di tingkat Madrasah Aliyah bertujuan supaya :
1. Meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap al-Qur’an dan Hadits.
2. Membekali peserta didik dengan dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan.
3. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan isi kandungan al-Qur’an dan Hadits yang dilandasi oleh dasar-dasar keilmuan tentang al-Qur’an dan Hadits.
C. Contoh Tujuan Pembelajaran yang Terdapat dalam Mata Pelajaran al-Qur’an dan Hadits Madrasah Aliyah
Salah satu contoh tujuan pembelajaran yang terdapat dalam mata pelajaran al-Qur’an dan Hadits Madrasah Aliyah yaitu seperti yang terdapat dalam buku guru mata pelajaran al-Qur’an dan Hadits Madrasah Aliyah kelas ke sepuluh, lebih tepatnya dalam bab ke tiga dengan judul materi “Tujuan dan Fungsi Kitabku”, adalah sebagai berikut:
Setelah melakukan pengamatan, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasi diharapkan:
1. Peserta didik dapat menjelaskan tujuan dan fungsi al-Qur’an dengan benar.
2. Peserta didik dapat menunjukkan perilaku orang yang memfungsikan al-Qur’an dengan benar.
3. Peserta didik dapat menerapkan fungsi al-Qur’an dengan benar.
Tidak jauh berbeda dengan yang terdapat dalam buku guru. Dalam buku siswa pada mata pelajaran al-Qur’an dan Hadits Madrasah Aliyah kelas sepuluh tepatnya pada bab ke tiga, tujuan pembelajarannya juga berisi hal yang sama namun hanya berbeda kata-katanya saja. Penulisan judul bab juga berubah dalam buku siswa, yang asalnya dalam buku guru dikatakan sebagai “Tujuan dan Fungsi Kitabku”; dalam buku siswa menjadi “Tujuan dan Fungsi al-Qur’an”. Adapun tujuan pembelajaran yang terdapat dalam buku siswa adalah sebagai berikut:
1. Murid dapat menjelaskan tujuan dan fungsi al-Qur’an.
2. Murid dapat menunjukkan perilaku orang yang memfungsikan al-Qur’an.
3. Murid dapat menerapkan fungsi al-Qur’an.
Adapun materi pokok yang terdapat dalam bab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kedudukan al-Qur’an
Dalam sub bab ini menjelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber pokok bagi ajaran Islam. Al-Qur’an juga merupakan sumber hukum yang utama dan pertama dalam Islam. Sebagai sumber pokok ajaran Islam, al-Qur’an berisi ajaran-ajaran yang lengkap dan sempurna yang meliputi seluruh aspek yang dibutuhkan dalam kehidupan umat manusia, terutama umat Islam. Sebagai sumber hukum, al-Qur’an telah memberikan tata aturan yang lengkap, ada yang masih bersifat global (mujmal) dan ada pula yang bersifat detail (tafsil). Al-Qur’an mengatur dengan isertai konsekuensi-konsekuensi demi terciptanya tatanan kehidupan manusia yang teratur, harmonis, bahagia dan sejahtera, baik lahir maupun batin.
2. Tujuan dan Fungsi al-Qur’an
Dalam sub bab ini dijelaskan bahwa Al-Qur’an memiliki beberapa fungsi dan tujuan bagi kehidupan umat manusia, terutama umat Islam. Adapun fungsi dan tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia
Banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia. Beberapa ayat di antaranya adalah sebagai berikut:
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ١٨٥
Artinya:
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (al-baqoroh: 185).
Atau ayat lain yang lebih khusus menegaskan bahwa al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia yang bertakwa.
ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ ٢
Artinya:
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (al-Baqoroh: 2).
Dari beberapa penjelasan ayat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu fungsi terpenting al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi manusia.
b. al-Qur’an sebagai sumber pokok ajaran Islam
Dalam sebuah ayat, Allah SWT., menegaskan bahwa al-Qur’an diturunkan dengan membawa kebenaran hakiki yang berfungsi sebagai dasar penetapan hukum yang harus dipegang teguh oleh Nabi Muhammad Saw, tidak boleh sedikitpun menyimpang dari al-Qur’an. Dan tentunya hal ini juga harus dipegang teguh oleh umat Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. an-Nisa’ ayat 105.
إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِتَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ بِمَآ أَرَىٰكَ ٱللَّهُۚ وَلَا تَكُن لِّلۡخَآئِنِينَ خَصِيمٗا ١٠٥
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”.
c. al-Qur’an sebagai peringatan dan pelajaran bagi manusia
Sebagai peringatan dan pelajaran bagi manusia maksudnya adalah al-Qur’an merupakan kitab suci dengan konsep ajaran yang salah satu ajarannya adalah berupa sejarah atau kisah umat terdahulu. Dalam kisah-kisah itu dijelaskan bahwa ada di antara umat manusia sebagian orang-orang yang beriman, taat dan shalih, namun ada pula sebagian yang lain orang-orang yang kafir, maksiat dan tidak shalih. Kepada mereka yang shalih, Allah SWT., menjanjikan kebaikan di dunia dan pahala (surga) di akhirat karena ridla-Nya, sebaliknya kepada mereka yang kafir, durhaka dan tidak shalih, Allah SWT., mengancam dengan ancaman hukuman dan azab baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam sebuah ayat Allah SWT. menegaskan tentang fungsi al-Qur’an sebagai peringatan dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.
كِتَٰبٌ أُنزِلَ إِلَيۡكَ فَلَا يَكُن فِي صَدۡرِكَ حَرَجٞ مِّنۡهُ لِتُنذِرَ بِهِۦ وَذِكۡرَىٰ لِلۡمُؤۡمِنِينَ ٢
Artinya:
“Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman” (al-A’rof: 2).
Apabila manusia, terutama umat Islam telah memfungsikan al-Qur’an dengan cara menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup, menerapkan dan melaksanakan segala ajaran Islam sesuai dengan ajaranajaran al-Qur’an, serta mengambil pelajaran yang baik dan positif dan meneladaninya dan meninggalkan yang negatif, niscaya keselamatan, kesuksesan dan kebahagiaanlah yang akan diperoleh baik di dunia maupun di akhirat. Itulah fungsi dan tujuan diturunkannya al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan/Ringkasan
Mata pelajaran al-Qur’an dan Hadits pada Madrasah Aliyah memiliki fungsi sebagai pemahaman, sumber nilai, sumber motivasi, pengembangan, perbaikan, pencegahan, dan sebagai pembiasaan.
Adapun tujuan Mata pelajaran al-Qur’an dan Hadits pada Madrasah Aliyah adalah supaya dapat meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap al-Qur’an dan Hadits, membekali peserta didik dengan dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan, dan juga supaya peserta didik dapat Meningkatkan pemahaman dan pengamalan isi kandungan al-Qur’an dan Hadits yang dilandasi oleh dasar-dasar keilmuan tentang al-Qur’an dan Hadits.
B. Saran-Saran/Rekomendasi
Penulis merekomendasikan kepada pembaca supaya tidak menggunakan makalah ini sebagai acuan yang mutlak, karena makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis merekomendasikan kepada semua pembaca makalah ini untuk mencari sumber – sumber lain untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
KEMENAG RI. 2014. Buku Siswa: Al-Qur’an Hadits (Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013) Madrsah Aliyah Kelas X. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia.
KEMENAG RI. 2014. Buku Guru: Al-Qur’an Hadits (Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013) Madrsah Aliyah Kelas X. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia.
Blog Qur’an Hadits Online. Pengenalan Mata Pelajaran Qur’an Hadits Tingkat Madrasah Aliyah (online), https://quranhadits20.wordpress.com/2011/04/10/pengenalan-mata-pelajaran-qur%e2%80%99an-hadits-tingkat-madrasah-aliyah/. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014.
Asrofuddin (Perjalanan Menuju Islam). Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran Qur’an Hadits MA (online), http://asrofudin.blogspot.com/2010/05/tujuan-dan-fungsi-mapel-quran-hadits.html. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014.
eprints.walisongo.ac.id/799/3/083111011_BAB1.pdf. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014.

MENGIMANI KITAB SUCI


Pentingnya Mengimani Kitab-Kitab Allah Swt.
Iman kepada kitab Allah Swt. artinya meyakini sepenuh hati bahwa Allah Swt. telah menurunkan kitab kepada nabi atau rasul yang berisi wahyu untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Di dalam al-Qur’ādisebutkan bahwa ada 4 kitab Allah Swt. yang diturunkan kepada para nabi-Nya, yaitu; Taurāditurunkan kepada Nabi Musa as., Zabūkepada Nabi Daud as., Injikepada Nabi Isa as., dan al-Qur’ākepada Nabi Muhammad saw.
Kitab-kitab tersebut adalah kitab yang berisi peraturan, ketentuan, perintah, dan larangan yang dijadikan pedoman bagi umat manusia. Kitab-kitab Allah Swt. tersebut diturunkan pada masa yang berlainan. Semua kitab tersebut berisi ajaran pokok yang sama, yaitu ajaran meng-esa-kan Allah (tauh³d). Yang berbeda hanyalah dalam hal syariat yang disesuaikan dengan zaman dan keadaan umat pada waktu itu.

Pengertian Kitab dan uuf
Kitab dan uuf merupakan wahyu Allah Swt. yang disampaikan kepada para rasul untuk disampaikan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Perbedaan antara kitab dan uuf sebagai berikut.
uuf :
1. Wahyu Allah Swt. Yang disampaikan kepada para rasul, tetapi masih berupa “lembaran-lembaran” yangterpisah.
2. Isi uuf sangat simpel.
Kitab
1. Wahyu Allah Swt. Yang disampaikan kepada para rasul sudah berbentuk buku/kitab.
2. Isi kitab lebsih lengkap jika dibandingkan dengan isi uuf.
Di dalam al-Qur’ādisebutkan adanya uuf yang dimiliki Nabi Musa as. dan Nabi Ibrahim as.

Kitab-Kitab Allah Swt. dan Para Penerimanya
1. Kitab Taurāt
Kata taurat berasal dari bahasa Ibrani (thora: instruksi). Kitab Taurāadalah salah satu kitab suci yang diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Musa as. untuk menjadi petunjuk dan bimbingan baginya dan bagi Bani Israil.
Taurāmerupakan salah satu dari tiga komponen (ThoraNab³n, dan Khetub³n) yang terdapat dalam kitab suci agama Yahudi yang disebut Biblia (al-Kitab), yang belakangan oleh orang-orang Kristen disebut Old Testament (Perjanjian Lama).
Isi pokok Kitab Taurādikenal dengan Sepuluh Hukum (Ten Commandements) atau Sepuluh Firman yang diterima Nabi Musa as. di atas Bukit Tursina (Gunung Sinai). Sepuluh Hukum tersebut berisi asas-asas keyakinan (akidah) dan asas-asas kebaktian (syar³’ah), seperti berikut.
1. Hormati dan cintai Allah satu saja,
2. Sebutkan nama Allah dengan hormat,
3. Kuduskan hari Tuhan (hari ke-7 atau hari Sabtu),
4. Hormati ibu bapakmu,
5. Jangan membunuh,
6. Jangan berbuat cabul,
7. Jangan mencuri,
8. Jangan berdusta,
9. Jangan ingin berbuat cabul,
10. Jangan ingin memiliki barang orang lain dengan cara yang tidak halal.

2. Kitab Zabūr
Kata zabur (bentuk jamaknya zubūr) berasal dari zabara-yazburu-zabr yang berarti menulis. Makna aslinya adalah kitab yang tertulis. Zabūdalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan mazmū(jamaknya mazāmir), dan dalam bahasa Ibrani disebut mizmar, yaitu nyanyian rohani yang dianggap suci. Sebagian ulama menyebutnya Mazmūr, yaitu salah satu kitab suci yang diturunkan sebelum al-Qur’ā(selain Taurādan Inj³).
Dalam bahasa Ibrani, istilah zabur berasal dari kata zimra, yang berarti “lagu atau musik”, zamir (lagu) dan mizmor (mazmur), merupakan pengembangan dari kata zamar, artinya “nyanyi, nyanyian pujian”. Zabūadalah kitab suci yang diturunkan Allah Swt. kepada kaum Bani Israil melalui utusannya yang bernama Nabi Daud as.
Kitab Zabūberisi kumpulan ayat-ayat yang dianggap suci. Ada 150 surah dalam Kitab Zabūyang tidak mengandung hukum-hukum, tetapi hanya berisi nasihat-nasihat, hikmah, pujian, dan sanjungan kepada Allah Swt. Secara garis besar, nyanyian rohani yang disenandungkan oleh Nabi Daud as. dalam Kitab Zabūterdiri atas lima macam:
1. nyanyian untuk memuji Tuhan (liturgi),
2. nyanyian perorangan sebagai ucapan syukur,
3. ratapan-ratapan jamaah,
4. ratapan dan doa individu, dan
5. nyanyian untuk raja.

3. Kitab Inj³l
Kitab Inj³diwahyukan oleh Allah Swt. kepada Nabi Isa as. Kitab Inj³yang asli memuat keterangan-keterangan yang benar dan nyata, yaitu perintah-perintah Allah Swt. agar manusia meng-esa-kan dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Ada pula penjelasan, bahwa di dalam Kitab Inj³terdapat keterangan bahwa di akhir zaman akan lahir nabi yang terakhir dan penutup para nabi dan rasul, yaitu bernama Ahmad atau Muhammad saw.
Kitab Inj³diturunkan kepada Nabi Isa as. sebagai petunjuk dan cahaya penerang bagi manusia. Kitab Inj³sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’ān, bahwa Isa as. untuk mengajarkan tauhid kepada umatnya atau pengikutnya. Tauhid di sini artinya meng-esa-kan Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Penjelasan ini tertulis dalam Q.S. al-ad³/57: 27.

4. Kitab al-Qur’ān
Al-Qur’āadalah kitab suci umat Islam yang diwahyukan oleh Allah Swt. Melalui Malaikat Jibril secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw. Waktu turun al-Qur’āselama kurang lebih 23 tahun atau tepatnya 22 tahun 2 bulan 22 hari. Terdiri atas 30 juz, 114 surat, 6.236 ayat, 74.437 kalimat, dan 325.345 huruf. Wahyu pertama adalah surah al-‘Alaq ayat 1-5, diturunkan pada malam 17 Ramaan tahun 610 M. di Gua Hira, ketika Nabi Muhammad saw. sedang ber-khalwat.

Al-Qur’āmerupakan kitab suci terakhir yang diwahyukan dan merupakan penyempurna kitab-kitab sebelumnya. Isi kitab suci al-Qur’āmencakup seluruh inti wahyu yang telah diturunkan kepada para nabi dan rasul sebelumnya. Al-Qur’āadalah mukjizat Nabi Muhammad saw. yang terbesar dan abadi di antara mukjizat-mukjizat lainnya. Oleh karena itu, al-Qur’āidealnya menjadi pedoman sekaligus menjadi dasar hokum bagi kehidupan seluruh umat manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Rasulullah saw. menegaskan bahwa manusia tidak tersesat dalam menjalani hidupnya selama berpegang teguh pada al-Qur’ādan hadis.

Dengan diterimanya wahyu pertama ini, Nabi Muhammad saw. diangkat sebagai Rasul, yaitu manusia pilihan Allah Swt. yang diberi wahyu untuk disampaikan kepada umatnya. Mulai saat itu, Rasulullah saw. diberi tugas oleh Allah Swt. untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh umat manusia.

Wahyu yang terakhir turun adalah Q.S. al-Māidah ayat 3. Ayat tersebut turun pada tanggal 9 ulhijjah tahun 10 Hijriyah di Padang Arafah, ketika itu beliau sedang menunaikan haji wada’ (haji perpisahan). Beberapa hari sesudah menerima wahyu tersebut, Nabi Muhammad saw. wafat.
Al-Qur’āyang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Menghapus sebagian syariat yang tertera dalam kitab-kitab terdahulu dan melengkapinya dengan tuntunan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Al-Qur’āmerupakan kitab suci terlengkap dan berlaku bagi semua umat manusia sampai akhir zaman. Oleh karena itu, sebagai muslim, kita tidak perlu meragukannya sama sekali.

Nama-Nama Lain al-Qur’ān
Nama-nama lain dari al-Qur’ān, yaitu:
a. Al-Hudā, artinya al-Qur’āsebagai petunjuk seluruh umat manusia.
b. Al-Furqān, artinya al-Qur’āsebagai pembeda antara yang baik dan buruk.
c. Asy-Syifā, artinya al-Qur’āsebagai penawar (obat penenang hati).
d. AżŻikr, artinya al-Qur’āsebagai peringatan adanya ancaman dan balasan.
e. Al-Kitāb, artinya al-Qur’āadalah firman Allah Swt. yang dibukukan

Adapun isi pokok al-Qur’āadalah seperti berikut.
a. Aq³dah atau keimanan.
b. ‘Ibādah, baik ‘ibādah maḥḍah maupun gairu maḥḍah.
c. Akhlaq seorang hamba kepada Khāliq, kepada sesama manusia dan alam sekitarnya.
d. Mu’āmalah, yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia.
e. Qiṡṡah, yaitu cerita nabi dan rasul, orang-orang saleh, dan orang-orang yang ingkar.
f. Semangat mengembangkan ilmu pengetahuan.

Keistimewaan kitab suci al-Qur’ādiantaranyasebagai berikut.
a. Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa
b. Sebagai informasi kepada setiap umat bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai syariat (aturan) dan caranya masing-masing dalam menyembah Allah Swt.
c. Al-Qur’āsebagai kitab suci terakhir dan terjamin keasliannya.
d. Al-Qur’ātidak dapat tertandingi oleh ide-ide manusia yang ingin menyimpangkannya.
e. Membaca dan mempelajari isi al-Qur’āmerupakan ibadah.

Menerapkan Perilaku Mulia
  1. Meyakini bahwa kitab-kitab suci sebelum al-Qur’ādatang dari Allah Swt., tetapi akhirnya tidak murni lagi sebab dicampuradukkan dengan ide-ide manusia di zamannya.
  2. Al-Qur’āsudah dijaga kemurniannya oleh Allah Swt. sampai sekarang. Umat Islam juga sebagai penjaganya. Menjaga kemurnian al-Qur’āadalah tugas kita sebagai muslim. Salah satu cara menjaga al-Qur’āadalah dengan berusaha menghormati, memuliakan, dan menjunjung tinggi kitab suci al-Qur’ān.
  3. 3. Menjadikan al-Qur’āsebagai petunjuk dan pedoman hidup, dan tidak sekali-kali berpedoman kepada selain al-Qur’ān.
  4. Berusaha untuk membaca al-Qur’ādalam segala kesempatan di kala suka maupun duka, kemudian belajar memahami arti dan isinya.
  5. Berusaha untuk mengamalkan isi al-Qur’ādi dalam kehidupan sehari-hari, baik di waktu sempit maupun di waktu lapang.

Pentingnya Perilaku Jujur
Jujur memiliki arti kesesuaian antara apa yang diucapkan atau diperbuat dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, dikatakan dusta. Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk berlaku benar baik dalam perbuatan maupun ucapan.
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Ketika berani mengatakan “tidak” untuk korupsi, berusaha menjauhi perilaku korupsi. Jangan sampai mengatakan tidak, kenyataannya ia melakukan korupsi. Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal hatinya tidak. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik. Ciri-ciri orang munafik adalah dusta, ingkar janji, dan khianat,
Ibnul Qayyim berkata, dasar iman adalah kejujuran (kebenaran), sedangkan dasar nifaq adalah kebohongan atau kedustaan. Tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah Swt. menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).
Sebaliknya, orang yang tidak jujur atau bohong akan dipersulit rezeki dan segala urusannya. Orang yang pernah berbohong akan terus berbohong karena untuk menutupi kebohongan yang diperbuat, dia harus berbuat kebohongan lagi. Bersyukurlah bagi orang yang pernah berbohongsekali kemudian sadar dan mengakui kebohongannya itu sehingga terputus mata rantai kebohongan.
Kejujuran berbuah kepercayaan, sebaliknya dusta menjadikan orang lain tidak percaya. Jujur membuat
hati kita tenang, sedangkan berbohong membat hati jadi was-was. Contoh seorang siswa yang tidak jujur kepada orang tua dalam hal uang saku, pasti nuraninya tidak akan tenang apabila bertemu. Apabila orang tuanya mengetahui ketidakjujuran anaknya, runtuhlah kepercayaan terhadap anak tersebut. Kegundahan hati dan kekhawatiran yang bertumpuk-tumpuk berisiko menjadi penyakit.

Macam-Macam Kejujuran
Menurut tempatnya, jujur itu ada beberapa macam, yaitu jujur dalam hati atau niat, jujur dalam perkataan atau ucapan, dan jujur dalam perbuatan.
1. Jujur dalam niat dan kehendak, yaitu motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam rangka menaati perintah Allah Swt. dan ingin mencapai ria-Nya. Jujur sesungguhnya berbeda dengan pura-pura jujur. Orang yang pura-pura jujur berarti tidak ikhlas dalam berbuat.
2. Jujur dalam ucapan, yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realitas yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang yang bersengketa, dan semisalnya. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya, yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kemaslahatan pada saat-saat tertentu, tidak berkata kecuali dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.
3. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batiniah hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dan amal batin. Jujur dalam perbuatan ini juga berarti melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang diriḍai Allah Swt. dan melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas. Merealisasikan kejujuran, baik jujur dalam hati, jujur dalam perkataan, maupun jujur dalam perbuatan membutuhkan kesungguhan. Adakalanya kehendak untuk jujur itu lemah, adakalanya pula menjadi kuat.

Hikmah Perilaku Jujur
Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari perilaku jujur, antara lain sebagai berikut.
1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat kita menjadi tenang, tidak takut akan diketahui kebohongannya karena memang tidak berbohong.
2. Mendapatkan kemudahan dalam hidupnya.
3. Selamat dari azab dan bahaya.
4. Dijamin masuk surga.
5. Dicintai oleh Allah Swt. dan rasul-Nya.

cara menerapkan perilaku jujur:
1.  Di sekolah, kita bisa meluruskan niat untuk menuntut ilmu, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh ibu bapak guru, tidak menyontek pekerjaan teman, melaksanakan piket sesuai jadwal, menaati peraturan yang berlaku di sekolah, berbicara secara benar baik kepada guru, teman ataupun orang-orang yang ada di lingkungan sekolah.
2.   Di rumah, kita bisa meluruskan niat untuk berbakti kepada orang tua, memberitakan hal yang benar. Contohnya saat meminta uang untuk kebutuhan suatu hal, tidak menutup-nutupi suatu masalah pada orang tua, tidak melebih-lebihkan sesuatu hanya untuk membuat orang tua senang.
3.   Di masyarakat, kita bisa melakukan kejujuran dengan niat untuk membangun lingkungan yang baik, tenang, dan tenteram, tidak mengarang cerita yang membuat suasana di lingkungan tidak kondusif, tidak membuat gosip. Ketika diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang diamanahkan,harus dipenuhi dengan sungguh-sungguh, dan lain sebagainya.

QS. Az Zumar : 39

39. Katakanlah: “Hai kaumku, Bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, Sesungguhnya Aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu akan mengetahui,


Kandungan ayat:

Dalam ayat tersebut Allah Swt memerintahkan Rasululah saw untuk beramal atau melakukan suatu amal saleh sesuai dengan kemampuannya. Pihak yangpaling mengerti tentang kemampuan seseorang adalah Allah dan orang itu sendiri. Oleh karena itu kita hendaklah jujur pada diri sendiri bahwa jika kita tidak mampu maka harus menyatakan tidak mampu. Tapi jika sebenarnya kita mampu dan menyatakan tidak mampu, artinya kita membohongi diri sendiri dan Allah swt. Ayat ini memerintahkan kita beramal sesuai dengan kemampuan kita dan jangan beramal untuk hal-hal yangbukan hak kita dan diluar kemampuan.